Friday, October 24, 2008

MASIH PANTAS KAH NEGARA KESATUAN DIPERTAHANKAN??

Sistem negara yang dianut oleh Negara Indonesia adalah negara kesatuan, negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan agama, negara yang sangat beragam tapi disatukan oleh satu kalimat BHINEKA TUNGGAL IKA (berbeda-beda tetapi tetap satu jua)...masyarakat dari sabang sampai merauke disatukan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi saya sendiri sempat terlintas pertanyaan masih pantas kah negara Republik untuk dipertahankan?? karena pada kenyataanya masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari momok yang namanya kemiskinan, masyarakat masih banyak yang menderita padahal Sumber Daya Alam Indonesia sangatlah melimpah, tetapi kekayaan Indonesia ini hanyalah dinikmati segelintir orang, artinya yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menderita(dalam hal ini negara kita sudah menyerupai sistem kapitalis) ambil contoh dengan kenaikan harga BBM, masyarakat kecil yang banyak merasakan dampaknya sedangkan kaum berduit tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupannya atau malah semakin kaya dengan adanya kebijakan tersebut.

hasil yang melimpah di berbagai daerah Indonesia tidak dapat dinikmati langsung oleh masyarakat setempat, sungguh ironis daerah yang kaya akan sumber daya alam tetapi masyarakatnya masih terbelakang dan pembangunan nya berjalan dengan sangat lambat.
sehingga wajar di beberapa daerah terjadi pergolakan seiring dengan makin meningkatnya pola pikir masyarakat setempat. Hal ini sangat disadari oleh pemerintah Pusat maka hadirlah yang namanya otonomi daerah, kebijakan yang diharapkan dapat meredam gejolak didaerah. dengan otonomi daerah maka daerah bisa mengelola kebijakan sendiri, mengatur rumah tangga dan mengelola hasil daerah sendiri. Sungguh konsep yang sangat brilian. tapi pada kenyataannya fakta tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Saya pernah membaca suatu artikel yang didasarkan pada penelitian ilmiah bahwa pada kenyataan nya Daerah-daerah hanya menikmati sekitar 10% dari hasil daerahnya, dan Hampir 90% hasil nya dinikmati oleh pusat. ini menandakan bahwa otonomi dilaksanakan tidak secara utuh dan masih banyak penyimpangan-penyimpangan. Hal ini kembali menimbulkan pertanyaan dibenak saya apakah sistem kesatuan hanya merupakan kedok oknum pemerintah pusat untuk mempertahan kan kepentingan mereka?? untuk memepertahan kan status Quo?? karena kenyataan dilapangan masyarakat daerah tetap tidak bisa menikmati hasil alam nya sendiri, malah didaerah saya terjadi hal yang sangat menggelikan, masyarakat menebang kayu yang hanya beberapa kubik ditahan walaupun untuk kepentingan bersama, tetapi perusahaan-perusahaan kayu bisa sampai jutaan kubik membawa hasil hutan keluar daerah, sehingga sekarang daerah penghasil kayu tetapi harga kayu didaerah itu lebih mahal daripada daerah lain karena masyarakat tidak berani untuk memproduksi kayu sendiri sehingga terjadi kelangkaan.(lucu kan disekeliling ratusan juta pohon siap tebang tapi daerah itu terjadi kelangkaan kayu produksi??).

Saya pernah menanyakan kepada dosen yang juga guru besar masih pantas kah Negara Kesatuan tetap dipertahankan terkait masalah diatas?? sang Profesor menjawab bahwa "negara kesatuan masih perlu dipertahankan untuk meghindarkan gejolak dan perebutan kekuasaan, karena fakta sejarah pada zaman kerajaan terjadi hal yang demikian??
yang diharapkan adalah perubahan dipemerintah pusat agar bekerja sesuai konsep dan tidak ada oknum-oknum yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan golongan"..
Nah sekarang muncul pertanyaan saya atas jawaban sang Profesor, apakah semudah itu oknum pemerintah pusat diberangus??akan kah dengan keadaan sekarang sama saja dengan penjajahan terselubung dengan mengatas namakan kesatuan oleh pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah?? dan juga memang kita tidak bisa mengabaikan faktor sejarah tetapi bukankah keadaan sekarang sudah berbeda dengan masa lalu??bukan kah pola pikir masyarakat sekarang berbeda dengan jaman kerajaan??..Tapi kata beliau lagi kalau anda tidak puas maka itu akan bagus sehingga akan lebih menggali dan mempelajari apa yang sebenarnya terjadi.
memang karakter kita agak apriori terhadap hal baru, seakan-akan hal yang ada sekarang sangatlah sakral dan tidak bisa diubah, padahal kita ambil contoh Undang-Undang Dasar 1945 dalam proses amandemen mengalami berbagai macam tahap dan tantangan, padahal kalau kita berpikir secara logika bahwa undang-undang tidak terkecuali UUD'45 mestinya akan berubah sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi yang ada.

No comments: